Tahun 2024 menjadi salah satu milestone dalam penerapan rekam medis eletronik di Indonesia. Kementrian kesehatan menyadari perkembangan teknologi digital dalam masyarakat yang mengakibatkan transformasi digitalisasi pelayanan kesehatan, sehingga rekam medis perlu diselenggarakan secara elektronik dengan prinsip keamanan dan kerahasiaan data dan informasi dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan kesehatan.
Lalu apa perbedaan rekam medis dengan rekam medis elektronik? Serta siapa saja yang harus menjalankan dan apa sanksi yang akan didapatkan jika tidak menerapkan rekam medis elektronik di fasilitas kesehatan masing-masing? Simak penjelasan di bawah ini untuk lebih lengkapnya!
Definisi Rekam Medis dan Rekam Medis Elektronik
- Rekam medis ialah catatan lengkap mengenai riwayat kesehatan pasien yang dibuat dan dikelola oleh tenaga kesehatan. Rekam medis mencakup data seperti riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosa, pengobatan, dan tindakan medis lainnya. Biasanya, rekam medis disimpan dalam bentuk fisik (kertas) dan disimpan di arsip rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
- Rekam Medis Elektonik (RME) merupakan versi digital dari rekam medis. Data kesehatan pasien dikelola dan disimpan dalam format digital menggunakan sistem. RME mencakup semua informasi yang ada dalam rekam medis tradisional, tetapi dalam bentuk yang lebih mudah diakses, dikelola, dan dipertukarkan secara elektronik.
Daftar yang Wajib Menerapkan RME?
Fasilitas pelayanan kesehatan wajib menerapkan RME dalam praktiknya dengan mencantumkan informasi hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan kesehatan lain yang telah dan akan diberikan kepada Pasien. Berikut ini adalah beberapa fasilitas kesehatan yang diwajibkan menerapkan sistem RME:
- Tempat praktik mandiri dokter
- Dokter gigi dan/atau Tenaga Kesehatan lainnya
- Puskesmas
- Klinik
- Rumah Sakit
- Apotek
- Laboratorium Kesehatan
- Balai Kesehatan
- Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri, termasuk layanan telemedikasi
Sanksi
Menurut surat edaran NOMOR HK.02.01/MENKES/1030/2023 bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak menerapkan rekam medis elektronik per 31 Juli 2024 akan mendapatkan sanksi berupa pencabutan status akreditasi hingga pencabutan izin berbadan usaha sebagai langkah terakhir. Hal ini tentunya dapat dihindari dengan segera menggunakan rekam medis elektronik yang sesuai dengan kebutuhan fasilitas kesehatan.
Untuk membuat sistem rekam medis elektronik, setiap fasilitas kesehatan dapat mengembangkan secara mandiri atau inhouse sesuai dengan kebutuhan masing-masing atau Anda dapat memilih penyedia layanan rekam medis elektronik yang telah terdaftar di SATUSEHAT, seperti di bawah inli.
Pastikan saat memilih RME, sistem tersebut sudah memiliki clinical decision support system seperti RxPERT untuk mengoptimalkan hasil dari RME yang dibuat. Selain menyediakan informasi obat, dan informasi farmakologis obat, RxPERT juga memiliki fitur unggulan seperti fitur-fitur checker resep (alergi obat, interaksi obat, keamanan obat pada ibu hamil dan menyusui), informasi obat BPJS dan tentunya terintegrasi dengan kode KFA (Kamus Farmasi dan Alat Kesehatan). Sistem RxPERT memudahkan tenaga kesehatan dalam membuat keputusan klinis yang aman dan efektif bagi pasien.
Tampilan dari RxPERT juga dapat menyesuaikan dengan sistem RME yang sudah digunakan oleh masing-masing faskes. Ketika meresepkan obat dan mengecek interaksi obat atau ingin mengetahui informasi obat lebih lanjut tenaga kesehatan tidak perlu membuka aplikasi lain, karena RxPERT dapat diintegrasikan dengan tampilan yang menyesuaikan dengan RME dari masing-masing fasilitas kesehatan.
RxPERT juga sudah dipercaya untuk diintegrasikan ke dalam sistem beberapa fasilitas kesehatan seperti RS Jantung Jakarta, RS Jantung Tasikmalaya, dan klinik-klinik yang bekerjasama dengan Klinik Pintar. Bagaimana tertarik untuk mencobanya? Anda bisa mencoba FREE TRIAL Web Demo dari RxPERT terlebih dahulu dengan klik button di bawah ini!